Ternyata, Anak Lebih Fokus Saat Diberi “Peran”, Bukan “Perintah”

Ternyata, Anak Lebih Fokus Saat Diberi “Peran”, Bukan “Perintah”

 

“Dek, ayo beresin mainannya.”
“Sebentar ya, Bun…”

Dan lima menit kemudian, mainan itu masih berserakan.
Rasanya familiar, kan?
😅

Tapi coba ubah sedikit kalimatnya:

“Dek, kamu kan hari ini jadi manajer toko mainan. Tokonya mau kamu buka dalam keadaan berantakan?”

Ajaibnya, anak langsung bergerak. Ia mulai menata mainan, bahkan menyusunnya dengan rapi seperti etalase toko sungguhan.

Ternyata, anak-anak lebih mudah fokus saat diberi peran, bukan perintah.


💡 Perintah Mengaktifkan Resistensi, Peran Mengaktifkan Imajinasi

Menurut prinsip NLP (Neuro Linguistic Programming), otak manusia — termasuk anak — lebih responsif terhadap identitas dan peran, bukan sekadar instruksi.
Ketika anak diberi perintah, ia merasa dikontrol. Tapi saat diberi peran, ia merasa punya kendali.

Coba bandingkan dua kalimat ini:

  • “Rapikan meja kamu!” → terasa seperti tugas.
  • “Kamu kan desainer meja kerja hari ini. Meja desainer kayak gimana, ya?” → terasa seperti tantangan seru.

Perintah membuat anak bereaksi karena “harus”.
Peran membuat anak bertindak karena “ingin”.
Dan di situlah perbedaan besar dalam motivasi mereka.


🌱 Anak Belajar Fokus Lewat Rasa Memiliki

Ketika anak diberi peran, mereka tidak hanya melakukan sesuatu — mereka menjadi seseorang.
Perasaan “aku pemilik toko” atau “aku desainer hari ini” menumbuhkan rasa tanggung jawab alami.

Mereka ingin hasilnya bagus, bukan karena takut dimarahi, tapi karena ingin membanggakan peran mereka sendiri.
Dan dari situ, fokus tumbuh dengan sendirinya.

Anak belajar menyelesaikan sesuatu karena ia merasa penting.
Bukan karena disuruh, tapi karena ia ingin melakukannya dengan baik.


🎨 Bermain Peran, Bukan Bermain Sembarangan

Kalau diperhatikan, anak-anak paling fokus justru saat mereka bermain peran.
Mereka bisa menata mainan seperti toko sungguhan, membuat daftar harga, bahkan pura-pura melayani pelanggan (yang tidak lain adalah kamu
😄).

Dari luar terlihat seperti main-main, tapi sesungguhnya itu latihan serius:

  • Anak belajar merencanakan sesuatu.
  • Anak belajar mengatur waktu dan ruang.
  • Anak belajar menghadapi situasi nyata dengan cara kreatif.

Dan semua itu dilakukan dengan senyum, bukan tekanan. 💛


🧠 Prinsip NLP: “Act As If”

Dalam NLP, ada konsep sederhana tapi kuat: “Act as if” — bertindak seolah-olah kamu sudah menjadi versi terbaik dari dirimu.
Saat anak “berperan” sebagai manajer toko atau pemilik bisnis kecil, otaknya memproses semua pengalaman itu seperti nyata.

Ia belajar:

  • Mengambil keputusan,
  • Mengatur tanggung jawab,
  • Menyelesaikan tugas dengan rasa bangga.

Dari sinilah karakter mandiri terbentuk, bukan dari paksaan, tapi dari pengalaman bermain yang bermakna.


🧩 Lilbiz Kit: Membuat Peran Anak Jadi Lebih Nyata

Kadang, anak butuh sesuatu yang membuat perannya terasa lebih hidup.
Bukan sekadar berpura-pura, tapi benar-benar menciptakan sesuatu yang bisa ia lihat dan pegang.

Nah, di sinilah Lilbiz Kit bisa membantu.
Dengan kit ini, anak bisa:

  • Membuat logo toko mereka sendiri,
  • Mendesain label produk dan kartu promosi,
  • Menulis brosur kecil untuk “pelanggan” mereka.

Dari sini, mereka belajar tentang tanggung jawab, fokus, dan sense of ownership — semua sambil bermain.
Permainan berubah jadi proyek kecil yang penuh makna.


💬 Tips Praktis untuk Orang Tua

Kalau kamu ingin mencoba pendekatan “peran, bukan perintah” di rumah, ini beberapa contoh sederhana:

  1. Ganti kalimat “kerjakan PR-mu!” dengan:
    “Kamu kan detektif hari ini.
    Ayo selesaikan misi matematikanya!”
  2. Alih-alih bilang “rapikan kamar!” coba:
    “Kamu desainer kamar hari ini, mau dekorasinya kayak gimana?”
  3. Daripada “ayo bantu mama!” ubah jadi:
    “Kamu jadi asisten chef mama hari ini, tugasnya penting banget!”

Kamu akan terkejut melihat betapa anak jadi lebih semangat, fokus, dan bahkan bangga dengan hasilnya.


💞 Ketika Anak Dihargai, Mereka Ingin Berkembang

Anak yang merasa perannya dihargai akan menunjukkan usaha terbaiknya.
Dan yang menarik, ketika kamu ikut “main peran” bersama mereka — jadi pelanggan, jadi klien, atau jadi teman kerja — anak merasa terhubung lebih dalam.

Bagi mereka, itu bukan hanya bermain.
Itu momen ketika orang tuanya benar-benar hadir.
Dan koneksi seperti itu tidak ternilai. 🌻


🌈 Penutup: Ubah Perintah Jadi Peran

Kadang, kita hanya perlu mengganti satu kalimat untuk mengubah seluruh suasana rumah.
Dari “ayo lakukan ini!” menjadi “kamu hari ini jadi siapa?”.

Anak-anak tumbuh lewat pengalaman, bukan instruksi.
Dan saat mereka merasa punya peran, mereka belajar fokus, tanggung jawab, dan empati — tanpa sadar sedang belajar hal besar lewat hal kecil.

Kalau kamu ingin membantu anak menjalani perannya dengan lebih nyata dan menyenangkan, coba kenalkan Lilbiz Kitalat kreatif yang mengubah imajinasi anak jadi pengalaman belajar penuh makna. 🌸

  • cara membuat anak fokus tanpa marah
  • strategi komunikasi positif untuk anak
  • manfaat bermain peran dalam parenting
  • ide aktivitas anak usia sekolah dasar
  • cara menumbuhkan tanggung jawab anak

Tidak ada komentar untuk "Ternyata, Anak Lebih Fokus Saat Diberi “Peran”, Bukan “Perintah”"